Minggu, 06 Februari 2011

Leptospirosis


LEPTOSPIROSIS
1.             DEFINISI LEPTOSPIROSIS
Penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).

2.             ETIOLOGI LEPTOSPIROSIS
Penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp. Bakteri Leptospira merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat. Bakteri Lepstospira berukuran panjang 6-20 µm dan diameter 0,1-0,2 µm. Sebagai pembanding, ukuran sel darah merah hanya 7 µm. Jadi, ukuran bakteri ini relatif kecil dan panjang sehingga sulit terlihat bila menggunakan mikroskop cahaya dan untuk melihat bakteri ini diperlukan mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini dapat bergerak maju dan mundur.
Leptospira mempunyai ±175 serovar, bahkan ada yang mengatakan Leptospira memiliki lebih dari 200 serovar. Infeksi dapat disebabkan oleh satu atau lebih serovar sekaligus. Bila infeksi terjadi, maka pada tubuh penderita dalam waktu 6-12 hari akan terbentuk zat kebal aglutinasi. Leptospirosis pada anjing disebabkan oleh infeksi satu atau lebih serovar dari Leptospira interrogans. Serovar yang telah diketahui dapat menyerang anjing yaitu L. australis, L. autumnalis, L. ballum, L. batislava, L. canicola, L. grippotyphosa, L. hardjo, L. ichterohemorarhagica, L. pomona, dan L. tarassovi. Pada anjing, telah tersedia vaksin terhadap Leptospira yang mengandung biakan serovar L. canicola dan L. icterohemorrhagica yang telah dimatikan. Serovar yang dapat menyerang sapi yaitu L. pamona dan L. gryptosa. Serovar yang diketahui terdapat pada kucing adalah L. bratislava, L. canicola, L. gryppothyphosa, dan L. pomona. Babi dapat terserang L. pamona dan L. interogans, sedangkan tikus dapat terserang L. ballum dan L. Ichterohaemorhagicae. Leptospira dapat hidup dalam waktu lama di air, tanah yang lembab, tanaman dan lumpur.

3.             GEJALA KLINIS LEPTOSPIROSIS
      Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat, Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi tidak bergejala tetapi serologis positif. Sekitar 90 persen penderita jaundis ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis berat yang sering dikenal sebagai penyakit Weil. Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik. Selain itu ada Sindrom Weil yang merupakan bentuk infeksi Leptospirosis yang berat.
-          Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Pada stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta pembesaran limpa dan hati.
-          Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati. Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernafas. Gangguan hematologi berupa peradarahan dan pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun. Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul jaundis. Pada 30 persen pasien terjadi diare atau kesulitan buang air besar (konstipasi), muntah, lemah, dan kadang-kadang penurunan nafsu makan. Kadang-kadang terjadi perdarahan di bawah kelopak mata dan gangguan ginjal pada 50 persen pasien, dan gangguan paru-paru pada 20-70 persen pasien. Gejala juga ditentukan oleh serovar yang menginfeksi. Sebanyak 83 persen penderita infeksi L. icterohaemorrhagiae mengalami ikterus, dan 30 persen pada L. pomona. Infeksi L. grippotyphosa umumnya menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Sedangkam L. pomona atau L. canicola sering menyebabkan radang selaput otak (meningitis).
-          Sindrom Weil
Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. Kriteria penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru meliputi batuk, kesulitan bernafas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas. Disfungsi ginjal dikaitkan dengan timbulnya jaundis 4-9 hari setelah gejala awal. Penderita dengan jaundis berat lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolap kardiovaskular. Kasus berat dengan gangguan hati dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40 persen yang akan meningkat pada lanjut usia.

4.             PATOGENESIS LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan . Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu faktor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir. Gerakan bakteri memang tidak mempengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.
Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah dan jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan tubuh terutama ginjal dan hati. Di ginjal kuman akan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial (radang ginjal interstitial) dan nekrosis tubular (kematian tubuli ginjal). Gagal ginjal biasanya terjadi karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati berupa nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer. Pada konsisi ini akan terjadi perbanyakan sel Kupffer dalam hati.
Leptospira juga dapat menginvasi otot skeletal menyebabkan edema, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis fokal. Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia sirkulasi. Pada kasus berat akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan radang pada pembuluh darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor mata dan menetap dalam beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis dan berulang. Setelah infeksi menyerang seekor hewan, meskipun hewan tersebut telah sembuh, biasaya dalam tubuhnya akan tetap menyimpan bakteri Leptospira di dalam ginjal atau organ reproduksinya untuk dikeluarkan dalam urin selama beberapa bulan bahkan tahun

5.             DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS
Untuk mendiagnosa Leptospirosis, maka hal yang perlu diperhatikan adalah riwayat penyakit, gejala klinis dan diagnosa penunjang. Sebagai diagnosa penunjang, antara lain dapat dilakukan pemeriksaan urin dan darah. Pemeriksaan urin sangat bermanfaat untuk mendiagnosa Leptospirosis karena bakteri Leptospira terdapat dalam urin sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ketiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung Leptospira adalah darah, serebrospinal tetapi rentang peluang untuk isolasi bakteri sangat pendek. Selain itu dapat dilakukan isolasi bakteri Leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita, misalnya jaringan hati, otot, kulit dan mata. Namun, isolasi Leptospira termasuk sulit dan membutuhkan waktu beberapa bulan.
Untuk mengukuhkan diagnosa Leptospirosis biasanya dilakukan pemeriksaan serologis. Antibodi dapat ditemukan di dalam darah pada hari ke-5-7 sesudah adanya gejala klinis. Kultur atau pengamatan bakteri Leptospira di bawah mikroskop berlatar gelap umumnya tidak sensitif. Tes serologis untuk mengkonfirmasi infeksi Leptospirosis yaitu Microscopic agglutination test (MAT). Tes ini mengukur kemampuan serum darah pasien untuk mengagglutinasi bakteri Leptospira yang hidup. Namun, MAT tidak dapat digunakan secara spesifik pada kasus yang akut, yakni kasus yang terjadi secara cepat dengan gejala klinis yang parah. Selain itu, diagnosa juga dapat dilakukan melalui pengamatan bakteri Leptospira pada spesimen organ yang terinfeksi menggunakan imunofloresen

6.             PENGOBATAN LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin. Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan. Perilaku hidup sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi Leptospirosis tanpa biaya. Manusia yang memelihara hewan kesayangan hendaknya selalu membersihkan diri dengan antiseptik setelah kontak dengan hewan kesayangan, kandang, maupun lingkungan dimana hewan berada.
Manusia harus mewaspadai tikus sebagai pembawa utama dan alami penyakit ini. Pemberantasan tikus terkait langsung dengan pemberantasan Leptospirosis. Selain itu, para peternak babi dihimbau untuk mengandangkan ternaknya jauh dari sumber air. Feses ternak perlu diarahkan ke suatu sumber khusus sehingga tidak mencemari lingkungan terutama sumber air.


Kamis, 06 Januari 2011

glaukoma


GLAUKOMA

DEFINISI & EPIDEMIOLOGI

Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringanjaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaucoma dapat dikendalikan. Glaukoma disebut sebagai 'pencuri penglihatan' karena sering berkembang tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki,  maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini
mungkin.

JENIS-JENIS

  • Primary Open-Angle Glaucoma (glaukoma Sudut-Terbuka Primer)
Glaukoma Sudut-Terbuka Primer adalah tipe yang yang paling umum dijumpai. Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi bila ada riwayat dalam keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi kerusakan berat dari syaraf optic dan penglihatan terpengaruh secara permanen. Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi dan penanganan dini. Glaukoma Sudut-Terbuka Primer biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk menurunkan tekanan dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
  • Acute Angle-Closure Glaucoma (glaukoma Sudut-Tertutup Akut)
Glaukoma Sudut-Tertutup Akut lebih sering ditemukan karena keluhannya yang mengganggu. Gejalanya adalah sakit mata hebat, pandangan kabur dan terlihat warna-warna di sekeliling cahaya. Beberapa pasien bahkan mual dan muntah-muntah. Glaukoma Sudut-Tertutup Akut termasuk yang sangat serius dan dapat mengakibatkan kebutaan dalam waktu yang singkat. Bila Anda merasakan gejala-gejala tersebut segera hubungi dokter spesialis mata Anda.

  • Secondary glaucoma
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes, trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau tablet yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata harus diukur teratur bila sedang menggunakan obat-obatan tersebut

  • Congenital glaucoma
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair dan berkabut dan peka terhadap cahaya..

DETEKSI & DIAGNOSA
Pemeriksaan mata secara teratur dan deteksi dini adalah cara terbaik untuk mencegah kerusakan penglihatan akibat glaukoma. Riwayat penyakit Anda akan diteliti dokter spesialis mata Anda untuk mencari faktor resiko glaukoma. Sebuah alat khusus yang disebut Tonometer digunakan untuk mengukur tekanan pada mata.
  • Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapang penglihatan atau Perimetry bertujuan untuk melihat luasnya kerusakan syaraf mata. Selama pemeriksaan ini Anda akan diminta untuk melihat suatu titik di tengah layar dan menekan tombol ketika Anda melihat munculnya titik-titik cahaya di sekitar layar.
  • Foto Syaraf Optik
Foto syaraf optik yang baik dapat membantu dokter mata Anda melihat hal-hal detil pada syaraf optik Anda dan sekaligus mendokumentasikan perubahan/perkembangan pada syaraf optik Anda dari waktu ke waktu.

PENANGANAN
Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan penglihatan yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat ditangani dengan obat tetes mata, tablet, tindakan laser atau operasi yang bertujuan untuk menurunkan/menstabilkan tekanan bola mata dan mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan penglihatan.
  • Medicamentosa
1.      Brinzolamide
Brinzolamide adalah penghambat karbonik anhidrasi yang digunakan pada mata dengan kadar 1 %. Brinzolamide digunakan untuk mengobati tekanan yang meningkat pada mata karena glaukoma sudut terbuka. Brinzolamide juga digunakan untuk mengatasi kondisi yang disebut hipertensi pada mata.
2.      Timolol maleate
Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5% dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol maleate mengurangi tekanan pada mata akibat glaukoma.
3.      Betaxolol HCl
Betaxolol HCl adalah penghambat reseptor beta1 selektif yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan gel untuk mata dengan kadar 0,1% dan tetes mata dengan kadar 0,5%.
4.      Latonoprost
Latonoprost digunakan untuk mengontrol perkembangan glaukoma atau hipertensi mata. Latonoprost adalah senyawa analog prostglandin yang bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan dari mata.
Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,005%, dan juga dikombinasi dengan Timolol maleate.

  • Laser Trabeculoplasty (LTP)
Laser Trabeculoplasty (LTP) adalah prosedur laser yang biasanya digunakan untuk menangani glaukoma sudut-terbuka. Ada kalanya tetap perlu melanjutkan penggunaan obat tetes mata glaukoma sesudah Laser Trabeculoplasty.
  • Operasi Filtrasi Mata (Trabeculectomy)
Bila obat-obatan atau prosedur laser tidak dapat mengendalikan tekanan pada mata, maka akan dilakukan tindakan operasi untuk membuat saluran baru yang akan memudahkan cairan mata keluar dari mata.

Rabu, 05 Januari 2011

uveitis anterior


UVEITIS ANTERIOR
DEFINISI
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.
Sesuai dengan pembagian anatomisnya tersebut, maka uveitis juga dibedakan menjadi:
-          Uveitis anterior (paling sering)
Apabila mengenai iris (iritis), badan silier (siklitis), atau kedua-duanya (iridosiklitis)
-          Uveitis posterior
Apabila mengenai jaringan koroid (koroiditis). Sering disertai dengan retinitis, disebut korioretinitis.




mata-3








ETIOLOGI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sisbemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik, penyakit sistemik yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan infeksi. Selain Itu Juga Disebabkan Karena Virus, Jamur, Bakteri, Parasit, Trauma.
PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.






















PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)
Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila  dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda.
PENANGANAN
Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau nonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan galukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil.
         Tetes mata yang mengandung steroid
         Antibiotik
         Analgesik
         Kacamata hitam
PROGNOSA
Kebanyakan kasus uveitis berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal & diberi pengobatan. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.